“ Hey now hey now don’t dream its over, hey now hey now.............”
Lagu kesukaannya yang dibawakan oleh Sixpence On The Ritcher terus mengalun memenuhi hati dan telinganya. Tak pernah sedetikpun lagi itu berhenti. Saat berhenti, dia memutarnya lagi, berhenti, dia memutarnya lagi, begitu terus sampai mungkin mp3 kesayangannya merasa jenuh. Jenuh sejenuh hati, pikiran, dan jiwanya saat ini.
Satu pack black cappuccino turut larut menemani malamnya. Lima jam bersama alunan lagu, dan hisapan black cappucino, di kamar kosannya yang sempit dan sepi merupakan jamu penenang bagi jiwanya di kala jenuh dan gundah. Malam ini hatinya sangat jenuh dan gundah. Selalukah ada kejenuhan dan kegundahan dalam hidup? Jika tidak pernah ada maka apalah artinya hidup? Kata orang pintar, bukan tugas kita untuk menyelesaikan semua kejenuhan dan kegundahan tersebut. Tugas kita hanyalah mengahapinya, dan selebihnya biarkan tangan Sang Pencipta rasa yang menyelesaikannya tepat pada waktunya nanti. Hmm.... yah tugas kita hanya menghadapinya. Tugas lilin adalah membiarkan dirinya terbakar dan tetap bercahaya.
Teman-temannya memanggilnya lilin karena tubuhnya yang seperti lilin. Kurus, tinggi, dan mudah meleleh, mudah terserang penyakit maksudnya. Dia gadis yang aktiv, supel, gemar berorganisasi, dan tempat curhat yang handal terutama bagi para cowok.
Namun siapa yang tahu, gadis yang biasanya tegar dan ceria itu, kini meringkuk memeluk lutut dan bersandar di tempat tidur sambil menggores-gores tipis kulit tangannya dengan silet. Merasa hidupnya sangat tidak berarti.
Semua lelaki yang dia kenal yang pernah dia cintai dengan sepenuh hati, semua yang dia harapkan bisa menjadi imam kelak dalam berkeluarga dan sandaran hatinya. Menuntunnya, membimbingnya, semuanya dan entah kenapa selalu lelaki. Semuanya memintanya untuk mengkhianati dirinya sendiri, dengan menyerahkan tubuhnya...... Karena itu lilin sering bergantiganti pacar, dan terkadang mau menjadi selingkuhan. Namun percaya atau tidak, lilin masih tetap virgin.
Ketika dia menderita tekanan batin karena merasa tidak dihargai, dia menyakiti tubuhnya sendiri. Lilin terbakar dan membiarkan tubuhnya meleleh. Dia benci dirinya yang tidak berharga di mata lelaki. Dia benci lelaki. Tapi dia selalu berusaha untuk terus menjadi lilin. Memberi setitik cahaya dan kehangatan bagi kebenciannya.
Besok ketika pagi menyapa, lilin akan kembali ceria, menutupi goresan-goresan luka di tangannya dengan jaket dan menyapa semua orang sambil tersenyum.