Kisah kedua: Indah?

Gadis pecinta alam itu bernama Indah. Wall climbing, diving, hiking, karaoke dan jeng-jeng. Bisa kau bayangkan bukan dia tipe gadis yang seperti apa? Bertubuh atletis, tomboy, gesit, tampak tegar di luar meski sebenarnya tidak setegar parasnya, itulah Indah. Indah punya banyak teman dari berbagai club pendakian dan wall climbing yang dia ikuti dan dari perjalanan demi perjalanan indahnya menaklukan gunung-gunung.

Dan ini tentang kisah cintanya yang tak seindah nama maupun perjalanan-perjalanannya.
Semua berawal dari kecintaannya pada alam. Alam yang selalu mengusik jiwanya akan pencarian tentang arti sebuah keindahan. Di mana dalam keindahan konon di sanalah cinta bersemayam.


Namanya Bona. Lelaki dari luar Jawa yang lima tahun lebih tua darinya itu memiliki postur tubuh bak model iklan susu pembentuk tubuh khusus untuk pria. Bona dan Indah bertemu dalam sebuah lomba wall climbing. Pada mulanya Bona mengagumi sosok Indah yang tegar dan gesit dalam hal memanjat. Mereka berkenalan dan akhirnya menjalin hubungan, yang kemudian hubungan cinta itu berakhir begitu saja bak tenggelam di dasar samudera yang paling dalam.


Pelabuhan beberapa menit sebelum kepergian Bona ke Jepang. Tak ada janji terucap dari mulut Bona, janji untuk kembali dan meminang Indah. Begitupula dengan Indah, tak ada sepatah katapun terucap dari mulutnya saat air mata terbendung di pelupuk matanya. Sepatah kata, entah ‘aku cinta... aku akan setia....’. Keduanya hanya saling menatap merasakan angin laut yang berbaur bersama rasa di hati mereka. Menyadari bahwa dalam hidup ini memang selalu tidak pernah ada kepastian untuk masa depan. Sampai suara kapal menyahut, orang-orang berduyung-duyung menuju tangga menaiki kapal, dan Bona pun benar-benar menghilang. Deru suara air laut di pelabuhan membawa Bona ke seberang samudra yang sama sekali asing untuk Indah. Dan barulah air mata Indah mengalir.........


Hampa. Hari-hari Indah kemudian menjadi hampa tanpa Bona yang biasa menemaninya memanjat. Sebuah dinding papan panjat yang dulu selalu menjadi saksi bisu tentang dua hati yang saling menyatu.pun kini seolah terdiam menyaksikan kerinduan tak bertepi Indah. Indah hanya bisa duduk terdiam memandang dinding panjat itu saat merindukan Bona. Setidaknya merasakan getaran-getaran saat mengenang masa lalu bersama Bona atau membayangkan Bona akan kembali suatu hari nanti dan menjemputnya untuk berpetualang bersama, mampu mengusir sedikit hampa di hatinya. Jika ketinggian bisa ditaklukan dengan berlatih setiap hari, apakah cinta juga sama? Bisa ditaklukan hanya dengan berlatih untuk tetap tegar dan selalu berharap?


Dua tahun berlalu, selama dua tahun itu sms Indah ke Bona tidak pernah mendapat balasan, telpon Indah pun tidak pernah diterima Bona, dengan kelabakan Indah mencari tahu di mana alamat Bona di Jepang untuk sekedar mengiriminya entah sebuah kartu ucapan selamat Natal. Tapi nihil, nomor hp Bona tiba-tiba lenyap, dan alamat yang Indah cari tak kunjung dia dapatkan. Indah kembali duduk terdiam memandang dinding panjat di hadapannya, memeluk lututnya erat-erat lalu menangis. Langit menggelap perlahan, rintik-rintik hujan mulai menetes dari langit, semakin lama semakin deras, membasahi tubuh Indah dan mengaburkan penglihatannya. Dinding panjat di hadapannya kini tampak buram, alam mendatangkan hujan yang membuat segalanya menjadi buram, basah, dingin, jelek. Alam sedang berkata kepada Indah bahwa… cinta itu tak selalu indah.....



to be continued..............